Strategi Mangatasi Kesulitan Belajar
Strategi bisa diartikan sebagai cara/langkah/perencanaan dalam melakukan sesuati. Strategi juga biasa dipahami sebagai "suatu garis besar haluan bertindak untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan" (Djamarah dan Zain, 2002). Strategi mengatasi kesulitan belajar pada siswa berarti suatu perencanaan yang mencakup garis besar haluan bertindak dalam mengatasi kesulitan belajar pada siswa dalam rangka mencapai sasaran tujuan belajar yang diinginkan. Dalam tulisan ini, strategi mengatasi kesulitan belajar pada siswa ini menjadi dua, yaitu strategi umum dan strategi khusus.
Strategi umum
Banyak strategi alernatif yang dapat diambil dalam mengatasi kesulitan belajar siswa. Muhibbin Syah (2004), mengungkapkan bahwa sebelum pilihan tertentu diambil, guru sangat diharapkan untuk terlebih dahulu melakukan beberapa langkah penting sebagai berikut.Pertama, menganalisis hasil diagnosis, yakni menelaah bagian-bagian masalah dan hubungan antar bagian tersebut untuk memperoleh pengertian yang benar mengenai kesulitan belajar yang dihadapi siswa.
Kedua, mengidentifikasi dan menentukan bidang kecakapan tertentu yang memerlukan perbaikan. Bidang-bidang bermasalah dapat dikategorikan menjadi tiga macam, yaitu kecakapan bermasalah yang dapat ditangani oleh guru sendiri; kecakapan bermasalah yang dapat ditangani oleh guru dengan bantuan orang tua; kecakapan bermasalah yang tidak dapat ditangani baik guru maupun orang tua.
Ketiga, menyusun program perbaikan, khususnya progarm remedial teaching (pengajaran perbaikan). Dalam menyusun program perbaikan, sebelumnya guru perlu menetapkan hal-hal sebagai berikut: tujuan pengajaran remedial; materi pengajaran remedial; metode pengajaran remedial; alokasi waktu pengajaran remedial; dan evaluasi kemajuan siswa setelah mengikuti program pengajaran remedial. Setelah langkah-langkah tersebut selesai.
keempat adalah melaksanakan program perbaikan.
Sementara itu menurut Syaiful Bahri Djamarah (2002), langkah yang perlu ditempuh dalam mengatasi kesulitan belajar pada siswa dapat dilakukan melalui enam tahap sebagai berikut.
Pertama, pengumpulan data. Pengumpulan data dapat dilakukan melalui: kunjungan rumah, studi kasus, case history, daftar pribadi, meneliti pekerjaan siswa, meneliti tugas kelompok dan melaksanakan tes IQ dan tes prestasi.
Kedua, pengolahan data. Pengolahan data dapat dilakukan melalui langkah-langkah: identifikasi kasus, membanding antar kasus, membandingkan dengan hasil tes, dan menarik kesimpulan.
Ketiga, diagnosis. Diagnosis adalah keputusan mengenai hasil dari pengolahan data. Diagnosis dapat berupa: keputusan mengenai berat dan ringan kesulitan belajar siswa, keputusan mengenai faktor yang ikut menjadi penyebab kesulitan belajar siswa, dan keputusan mengenai faktor utama penyebab kesulitan belajar siswa.
Keempat, prognosis. Keputusan yang diambil berdasarkan hasil diagnosis menjadi dasar pijakan dalam kegiatan prognosis. Dalam prognosis dilakukan penyusunan program bantuan terhadap siswa yang berkesulitan belajar. Dalam penyusunan program tersebut dapat diajukan pertanyaan-pertanyaan dengan menggunakan rumus 5W + 1H. Who, siapa yang memberi bantuan kepada siswa dan siapa yang harus mendapat bantuan? What, materi apa yang diperlukan? Alat bantu apa yang harus dipersiapkan? Pendekatan dan metode apa yang digunakan? When, kapan pemberian bantuan itu dilakukan? Where, di mana bantuan itu dilaksanakan? Which, siswa yang mana diprioritaskan mendapatkan bantuan lebih dulu? How, bagaimana pemberian bantuan itu dilaksanakan?
Kelima, perlakuan (treatment). Bentuk-bentuk perlakuan yang mungkin dapat diberikan adalah: melalui bimbingan belajar individual, melalui bimbingan belajar kelompok, melalui remedial teaching, melalui bimbingan orang tua di rumah, bimbingan pribadi untuk masalah-masalah psikologis, bimbingan mengenai cara belajar yang baik secara umum, dan bimbingan mengenai cara belajar yang baik sesuai dengan karakteristik setiap mata pelajaran. Keenam, evaluasi. Evaluasi di sini dimaksudkan untuk mengetahui apakah treatment yang telah diberikan itu berhasil dengan baik. Jika hasil perlakuan kurang baik, maka perlu dilakukan pengecekan. Secara teoretis langkah-langkah yang perlu ditempuh adalah: re-ceking, re-diagnosis, re-prognosis, re-treatment, dan re-evaluasi. Jika perlakuan tetap kurang baik, maka pelakuan harus diulang.
Strategi khusus
Kesulitan belajar, seperti dikemukakan Mulyono Abdurrahman (2003), paling tidak mencakup kesulitan belajar kognitif, kesulitan belajar bahasa (bahasa ujaran, membaca, dan menulis) dan kesulitan belajar matematika. Mengingat terbatasnya ruang, maka dalam bagian ini hanya akan dibahas strategi khusus mengatasi kesulitan belajar kognitif dan kesulitan belajar bahasa ujaran.
Kesulitan belajar kognitif adalah salah satu bentuk kesulitan belajar yang bersifat perkembangan (development learning) atau kesulitan belajar preakademik (preacademic learning disabilities). Kesulitan belajar jenis ini perlu mendapat perhatian karena sebagian besar dari belajar akademik terkait dengan ranah kognitif. Salah satu elemen penting dari kognisi adalah ingatan atau memori. Ingatan atau memori ini memiliki peran penting dalam pencapaian prestasi belajar akademik. Di samping itu, metakognisi juga merupakan bagian yang sangat penting bagi pengembangan motorik.
Ada dua strategi memori yang sering digunakan oleh siswa yang tidak berkesulitan belajar tetapi tidak digunakan oleh siswa berkesulitan belajar. Kedua strategi memori tersebut adalah pengulangan dan pengorganisasian. Oleh karena itu, siswa berkesulitan belajar perlu dilatih untuk mengulangi dan mengorganisasikan materi yang harus dipelajari agar strategi ini menjadi kebiasaan.
Metakognisi, menurut Flavell dan Schoenfield, merupakan pengetahuan tentang penggunaan dan keterbatasan informasi dan strategi khusus serta kemampuan mengontrol dan mengevaluasi penggunaannya. Oleh karena itu, keterampilan meta- kognisi sering disebut juga keterampilan eksekutif, keterampilan manajerial atau keterampilan mengontrol. Siswa berkesulitan belajar umumnya memiliki keterampilan metakognisi yang rendah. Dalam kaitan adanya metakognisi ini, Hallahan, kauffman dan Lloyd merinci adanya metamemory, metalistening, dan metacomprehension. Metamemory berkenaan dengan pengetahuan tentang proses memorinya sendiri dan penggunaannya; metalistening berkenaan dengan pengetahuan tentang proses mendengarkan atau cara memperhatikan suatu pembicaraan yang disampaikan orang lain kepadanya, sedangkan metacomprehension berkenaan dengan pengetahuan seseoang tentang proses memahami bacaan yang dilakukannya sendiri.
Dalam mengatasi siswa yang mengalami masalah dengan metamemory perlu menggunakan strategi memori seperti penggunaan “jembatan keledai” atau pengorganisasian materi pelajaran yang perlu dihapal hendaknya secara langsung diajarkan kepada siswa yang bersangkutan. Sementara itu siswa yang mengalami masalah dengan metalistening, perlu dibimbing agar mereka berupaya mengumpulkan informasi yang cukup sebelum menjawab suatu permasalahan. Sedangkan siswa yang mengalami kelemahan keterampilan metacomprehension, Hallahan, Kauffman dan Lloyd mengemukakan strategi-strategi: menjelaskan tujuan membaca, memusatkan perhatian pada bagian-bagian penting bacaan, memantau taraf pemahamannya sendiri, membaca ulang dan membaca cepat lebih dahulu, menggunakan kamus atau ensiklopedi.
Bahasa merupakan suatu komunikasi yang terintegrasi, mencakup bahasan, ujaran, membaca dan menulis. Di sini hanya dibahas tentang kesulitan belajar bahasa ujaran. Menurut Lovitt, penyebab terjadinya kesulitan belajar bahasa adalah kekurangan kognitif yang meliputi memahami dan membedakan makna bunyi wicara, pembentukan konsep dan pengembangannya ke dalam unit-unti semantik, mengklasifikasikan kata, mencari dan menetapkan kata yang ada hubungannya dengan kata lain, memahami saling keterkaitan antara masalah, proses, dan aplikasinya, perubahan makna dan menangkap makna secara penuh; kekurangan dalam memori; kekurangan kemampuan menilai; kekurangan kemampuan produksi bahasa; dan kekurangan pragmatik.
Selain itu strategi mengatasi kesulitan belajar bahasa dapat dilakukan dengan lima macam pendekatan remediasi (Mulyono Abdurrahman, 2003).
Pertama, pendekatan proses yang bertujuan untuk memperkuat dan menormalkan proses yang dipandang sebagai dasar dalam memperoleh kemahiran berbahasa dan komunikasi verbal. Proses yang ditekankan pada jenis remediasi ini adalah persepsi auditoris, memori, asosiasi, interpretasi, dan ekspresi verbal. Tujuan remediasi ditekankan pada peningkatan pemahaman bahasa dan penggunaan modalitas auditoris, menulis, dan bahasa nonverbal. Pendekaan ini sering disebut juga pendekatan psikolinguistik.
Kedua, pendekatan analisis tugas yang bertujuan untuk meningkatkan kompleksitas pengertian (semantik), struktur (morfologis dan sintaksis), atau fungsi (pragmatik) bahasa siswa. Pendekaan ini menekankan pada pengembangan arti kata, konsep bahasa, dan memperkuat kemampuan berpikir logis.
Ketiga, pendekatan behavioral atau perilaku yang bertujuan untuk memodifikasi atau mengubah bahasa lahir dan perilaku komunikasi. Pendekatan ini secara umum menggunakan prinsip-prinsip operan conditioning untuk memunculkan perilaku yang diharapkan atau menghilangkan perilakuk bahasa yang tidak sesuai.
Keempat, pendekatan interaktif-interpersonal yang secara umum bertujuan untuk memperkuat kekemampuan pragmatik dan memngembangkan kompetensi komunikasi. Tujuan lainnya adalah meningkatkan pengambilan peran dan kemampuan pengambilan peran siswa dalam berkomunikasi, mengembangkan persepsi sosial non-verbal, dan meningkatkan gaya komunikasi verbal dan non-verbal.
Kelima, pendekatan sistem lingkungan total yang bertujuan untuk menciptakan peristiwa atau situasi yang kondusif, sehingga dengan demikian mendorong terjadinya peningkatan frekuensi berbahasa dan pengalaman berkomunikasi siswa. Pendekaan ini sering disebut juga dengan pendekatan holistik.