Info [K-moe]– Jumlah guru secara nasional sekitar 2,9 juta orang. Ternyata guru banyak variannya, akan tetapi tetap memiliki satu peran yakni sebagai pendidik. Berikut ini macam-macam guru di Negera Kita Tercinta Republik Indonesia.
1. Guru PNS Kemendikbud
Guru yang ini dijamin oke. Status pegawai negeri sipil alias PNS. Masa depan dijamin. Ada pensiun plus tunjangan anak. Apalagi yang sudah lulus sertifikasi plus PNS di Jakarta. Ada tunjangan sertifikasi (pusat) ditambah TKD DKI Jakarta (Tunjangan Kinerja Daerah). Berada pada level convert zone (zona nyaman). Banyak yang berkompetisi menjadi guru PNS. Boleh di daerah apalagi di Jakarta. Tugas hanya mengajar, mengajar dan mengajar. Identik dengan anggota PGRI. Inilah realita guru PNS Kemendikbud, benar-benar aman dan nyaman.
2. Guru PNS Kemenag
Perbedaannya terlihat di nomor induk pegawai (NIP). Lulus tes CPNS via Kementerian Agama (Kemenag). Mengajar di satuan pendidikan (sekolah) di bawah yurisdiksi Kemenag. Status sama yakni PNS. Masa depan dijamin dan ada tunjangan anak plusdana pensiun. Yang sudah lulus sertifikasi dapat tunjangan lagi. Walaupun pola distribusi tunjangan sertifikasinya berbeda dengan pola Kemendikbud. Tapi sama-sama sudah nyaman. Khususnya yang di ibu kota. Biasanya mengajar di madrasah ibtidaiyah (MI), madrasah tsanawiyyah (MTs) atau madrasah aliyah (MA). Bisa juga guru agama di sekolah-sekolah negeri umum (di bawah Kemendikbud). Umumnya masuk PGRI juga.
3. Guru Honorer Sekolah Negeri
Nasibnya jauh berbeda dengan guru PNS di atas. Statusnya guru honor. Honor dari sekolah. Nominalnya tergantung jam pelajaran ditambah kebijakan kepala sekolah (komite sekolah). Saya punya teman ngajar sebagai guru honor di SMA Negeri di Jakarta, honornya benar-benar horor. Sebulan digaji Rp. 200.000, itupun dipotong pajak. Para guru honorer ini sedang menuntut haknya untuk diangkat menjadi PNS. Tapi pemerintah beralasan Peraturan Pemerintahnya (PP) belum rampung. Jadi nasibnya terkatung-katung. Hampir tiap minggu demonstrasi di depan istana negara, kantor kemendikbud bahkan di depan gedung MPR. Banyak yang ogah masuk PGRI. Punya persatuan guru honorer seindonesia. Walaupun bagi yang honor di sekolah negeri di kota-kota, agak takut dan tak bernyali jika ikut demonstrasi. Takut di foto, jika nantinya dilihat oleh BKD (Badan Kepegawaian Daerah) lantas dipersulit pengangkatan PNS-nya. Bisa-bisa tak diangkat menjadi PNS DKI karena pernah mendemo pemerintah. Ikhtiar menjadi PNS tengah di-jihad-kan oleh kawan-kawan kita yang satu ini.
4. Guru Tetap Yayasan
Hampir serupa sebenarnya dengan guru PNS di sekolah negeri. Status saja yang beda. Yang satu pegawai negeri, yang ini pegawai swasta (yayasan). Bagi yang sudah lulus sertifikasi mendapatkan tunjangan sertifikasi. Khusus yang tinggal di Jakarta dapat TKD pula. Relatif aman karena sudah punya penghasilan tetap dan status pegawai swasta. Walaupun tergantung juga dengan yayasan yang menaunginya. Tak sedikit pula ada yayasan sekolah yang horor, karena gajinya minor. Untuk status memang sudah jelas, yakni guru tetap yayasan. Walapun tak seperti guru PNS yang dapat dana pensiun rutin.
5. Guru Tidak Tetap Yayasan
Yang ini hampir serupa pula dengan guru honor. Adakalanya disebut juga dengan guru honor. Statusnya guru honor/tidak tetap yayasan. Biasanya guru muda atau yang belum selesai kuliah S-1. Bisa juga yang hanya tamatan SPG-D3. Umumnya guru honor yayasan ini nasibnya sama dengan guru honor lainnya. Belum memiliki gaji pokok atau tunjangan. Honor dibayarkan sesuai jumlah jam mengajar saja. Biasanya mengajar di beberapa sekolah, demi menutupi kebutuhan hidup. Jarang sekali yang masuk PGRI, tapi tergabung dalam persatuan guru honorer Indonesia. Kelompok ini bisa dikatakan guru “pejuang”. Karena mesti terus berjuang menuntut kesejahteraan mereka.
6. Guru PNS Diperbantukan di Sekolah Swasta
Beberapa teman penulis statusnya sebagai guru diperbantukan di sekolah swasta. Statusnya tetap sebagai PNS, tapi aktivitas mengajarnya di sekolah swasta. Kebijakan pemerintah memang sangat ruwet dan ribet. Guru bantu yang model ini berstatus PNS tapi tugas mengajarnya di sekolah swasta. Bahkan banyak juga guru bantu PNS ini yang sudah jadi pegawai tetap di sekolah swasta tersebut. Pada akhir Desember 2011 kemarin, pemerintah kembali menarik dan mereposisi para guru bantu di sekolah swasta ini, untuk bertugas di sekolah negeri. Lalu merekapun meninggalkan status sebagai guru tetap yayasan. Complicated memang menjelaskannya. Tapi ini adalah potret betapa tak mudahnya mengurus dan mengatur distribusi guru secara nasional.
7. Guru PTT (Pegawai Tidak Tetap) Pemda
Guru model ini khas kebijakan Pemda di daerah-daerah. Lebih menonjol terlihat di Jakarta. Misalnya Jakarta, akibat kebijakan pemerintah DKI yang mengangkat guru PTT (Pegawai Tidak Tetap) Pemda. Mereka mengajar di sekolah negeri. Guru PTT ini ditugaskan mengajar di sekolah-sekolah negeri di Jakarta. Khusus di Jakarta, para guru PTT ini sudah selesai diangkat menjadi PNS DKI Jakarta sekitar 2010. Bersamaan itu pula, guru honorer di sekolah negeri di Jakarta, pun meminta status yang sama yaitu menjadi PNS DKI. Tapi sampai saat ini khusus guru honorer di sekolah negeri DKI tak kunjung diangkat juga.
8. Guru SM3T (Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal)
Adalah program pemerintah pusat untuk mendistribusikan tenaga pendidik ke daerah-daerah terluar dan tertinggal, seperti di pulau-pulau terluar berbatasan langsung dengan negara lain. Status mereka adalah PNS. Mereka pun memperoleh tunjangan khusus guru di daerah tertinggal. Walaupun negara memberikan apresiasi yang cukup tinggi (melalui beragam tunjangan), tapi beban kerja mereka sangat berat. Sebab tantangannya adalah infrastruktur di daerah, harga kebutuhan pokok yang mahal, akses informasi yang sangat minim, kultur masyarakat sekitar bahkan nyawa risikonya. Karena untuk menuju sekolah (rumah warga/pondok tempat belajar), harus masuk hutan ke luar hutan.
9. Guru Ngaji
Khusus status guru yang terakhir ini tak masuk dalam daftar inventarisasi guru baik di Kemendikbud maupun di Dinas Pendidikan Daerah. Apa sebab? Guru mengaji adalah para pendidik yang tak mengharapkan status atau pengakuan dari negara. Mereka cukup diakui oleh masyarakat kampung dan Tuhan Yang Maha Esa. Bukan hendak mendikotomikan secara diametral antara guru versi negara dengan guru versi agama (Tuhan). Tapi realitanya, guru mengaji taklah memperoleh apresiasi apapun dari negara. Jangankan tunjangan kinerja, terdaftarpun tidak dalam catatan negara. Yang memberikan penghargaan sangat tinggi cukup masyarakat dan Tuhan. Cukup dibayar dengan segelas beras, atau sesisir pisang bahkan seikat daun singkong dari orang tua murid.Tak jarang guru yang satu ini terlupa dari sibuknya demonstrasi menuntut status PNS atau tunjangan kinerja di ibu kota. Untuk mengaji taklah harus persiapan apa-apa. Tinggal bawa badan dan kemauan saja. Karena guru pun di rumah atau di surau kecilnya sudah menyediakan Juz ‘Amma dan Iqra yang berumur sudah tua. Terlihat agak kusam warna sampul dan lembarannya. Tapi semangat mengigat Tuhan tak kunjung terhenti dari mulut si guru bersama para muridnya. Di sisi lain para orang tua berlomba dan bersusah payah mencari rupiah agar anaknya terus bersekolah. Tapi si anak sangat gugup dan terbata-bata ketika disuruh membaca Al-Fatihah atau Al-Baqarah.
Silahkan kita memilih, guru yang manakah anda? Satu hal yang menjadi catatan adalah betapa masih runyamnya masalah guru di Indonesia. Terutama masalah kesejahteraan dan status kepegawaian.....