Info [K-moe]– Model layanan pendidikan bagi tunadaksa, sebagaimana diketahui, bahwa pendidikan bagi anak tidak selalu harus berlangsung disuatu lembaga pendidikan khusus, sebab sebagian dari mereka (anak tunadaksa) pendidikannya dapat berlangsung di sekolah dan kelas reguler/sekolah umum. Hal ini disebabkan oleh faktor kemampuan dan ketidakmampuan anak tunadaksa dan lingkungannya. Evelyn Deno, (1970) dan Ronald L Taylor, (1984) menjelaskan system layanan pendidikan bagi anak luar biasa (termasuk anak tunadaksa) yang bervariasi, mulai dari sistem pendidikan di kelas dan sekolah reguler/umum sampai pendidikan yang diberikan disuatu rumah sakit, bahkan sampai pada bentuk layanan yang tidak memiliki makna edukasi sama sekali, yakni layanan yang diberikan kepada anak-anak tunadaksa dalam perawatan medis dan bantuan pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Dari kenyataan di lapangan bahwa anak tunadaksa memiliki problema penyerta. Problema penyerta ini berbeda-beda antara seorang anak tunadaksa yang satu dengan anak tunadaksa yang lainnya, tergantung dari pada penyebab ketunaannya, berat ringannya ketunaannya. Atas dasar kondisi anak tunadaksa tersebut, maka model pelayanan pendidikannya dibagi pada “Sekolah Khusus” dan “Sekolah Terpadu/Inklusi”.
A. Sekolah Khusus
Pelayanan pendidikan bagi anak tunadaksa di sekolah khusus ini diperuntukkan bagi anak yang mempunyai problema lebih berat, baik problema penyerta intelektualnya seperti retardasi mental maupun problema penyerta kesulitan lokomosi (gerakan) dan emosinya.
Di sekolah khusus ini pelayanan pendidikannya dibagi menjadi dua unit, yaitu unit sekolah khusus bagi anak tunadaksa ringan, dan unit sekolah khusus bagi anak tunadaksa sedang.
1. Sekolah Khusus untuk Anak Tunadaksa Ringan (SLB-D)
Pelayanan pendidikan diunit tunadaksa ringan atau SLB-D diperlukan bagi anak tunadaksa yang tidak mempunyai problema penyerta retardasi mental, yaitu anak tunadaksa yang mempunyai intelektual rata-rata atau bahkan di atas rata-rata intelektual anak normal. Namun anak kelompok ini belum ditempatkan di sekolah terpadu/sekolah umum karena anak masih memerlukan terapi-terapi, seperti fisio terapi, speech therapy, occuppational therapy dan atau terapi yang lain. Dapat juga terjadi anak tunadaksa tidak ditempatkan di sekolah reguler karena derajad kecacatannya terlalu berat.2. Sekolah Khusus untuk Anak Tunadaksa Sedang (SLB-D1)
Pelayanan pendidikan diunit ini, diperuntukkan bagi anak tunadaksa yang mempunyai problema seperti, emosi, persepsi atau campuran dari ketiganya disertai problema penyerta retardasi mental. Kelompok anak tunadaksa sedang ini mempunyai intelektual di bawah rata-rata anak normal.B. Sekolah Terpadu/Inklusi
Bagi anak tunadaksa dengan problema penyerta relatif ringan, dan tidak disertai dengan problema penyerta retardasi mental akan sangat baik jika sedini mungkin pelayanan pendidikannya disatukan dengan anak-anak normal lainnya di sekolah reguler/sekolah umum. Karena anak tunadaksa tersebut sudah dapat mengatasi problema fisik maupun intelektual serta emosionalnya.Namun walaupun kondisi penyerta anak tunadaksa cukup ringan, sekolah reguler yang ditunjuk untuk melayani pendidikannya perlu persiapan yang matang terlebih dahulu, baik persiapan sarana maupun prasarananya. Seperti persiapan aksesibilitas misalnya meminimalkan trap-trap atau tangga-tangga. Jika memungkinkan dibuatkan ramp-ramp untuk akses kursi roda, atau bagi anak yang khusus menggunakan alat bantu jalan lainnya seperti kruk atau wolker. Bentuk meja atau kursi belajar disesuaikan dengan kondisi anak. Hal demikian memerlukan persiapan yang lebih terencana, sehingga tidak menimbulkan problema tambahan bagi anak tunadaksa. Juga bentuk toilet, kloset harus dapat dipergunakan bagi anak yang menggunakan kursi roda. Disamping itu sistem guru kunjung dapat membantu memecahkan permasalahan yang mungkin timbul pada anak tunadaksa dikemudian hari.